Profil Penulis
Nama Lengkap : Muhamad Nur Al Amin
TTL : Bekasi, 19 Maret 1999
Alamat : Kp. Lemahabang Rt 01/04 Ds.Waluya Kec.Cikarang Utara Kabupaten Bekasi
Asal Sekolah : SMA Negeri 3 Cikarang Utara
Jurusan/Fakultas : PAI/Tarbiyah dan Keguruan
Tema : Akhlak Dalam Kewajiban Menuntut Ilmu
Pernahkah kita semua memikirkan ingin seperti apa kedepan? Dengan bercita-cita sangat tinggi misalnya. Sehingga, rela menghabiskan waktu dengan belajar hingga larut malam, kemudian berharap mendapatkan nilai yang bagus ketika ujian dan ingin kuliah di Universitas favorit. Tapi pernahkah pula kita merenungkan bagaimana cara kita untuk mewujudkan semua itu? Apakah berharap menuntut ilmu untuk mendapatkan keberkahan? Atau hanya sekedar dianggap sebagai formalitas untuk menebus selembar ijazah?
Para penuntut ilmu pada saat ini lebih dominan lebih materialis dibanding idealis. Lebih banyak tergiur oleh nikmat sesaat dibanding berburu keberkahan. Lebih tertarik mengunggulkan nilai kuantitas dibanding nilai kuantitas. Sehingga, banyak penuntut ilmu yang cerdas secara akademik hanya beberapa dari mereka yang benar-benar berakhlak.
Akhlak dalam mencari ilmu saat ini sering sekali diabaikan. Hubungan antara Penuntut Ilmu dengan Sang Guru bagaikan penjual dan pembeli. Si penuntut ilmu yang merasa telah membayar uang sekolah baik uang gedung, bulanan ataupun yang lainnya yang nilai nominalnya tidaklah murah, sehingga penghormatan kepada Sang Guru dianggap sebagai hal yang bukan acuan utama.
Sekarang, saatnya kita semua kembali menerapkan akhlak-akhlak dalam menuntut ilmu sesuai dengan apa yang telah diwariskan oleh para ulama kita semua, sehingga kita mendapatkan manfaat dari ilmu itu sendiri, bukan hanya untuk kehidupan di dunia, tetapi untuk kehidupan di akhirat pula. Sebagaimana hadits Rasulullah saw. “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barangsiapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. At-Turmudzi).
Menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Sumait setidaknya terdapat empat akhlak utama yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu, yaitu akhlak pertama ialah menyucikan hati dari segala perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. Akhlak ini memberikan gambaran kepada kita bahwa sebelum memulai aktivitas untuk mencari ilmu, terlebih dahulu seorang penuntut ilmu harus memuhasabah kondisi hatinya. Masih adakah penyakit hati yang mengendap di dalamnya, sehingga ia harus membersihkannya terlebih dahulu. Imam Malik memberi nasehat kepada muridnya Imam Syafi’i. Kala itu, Sang Guru merasa takjub dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Imam Syafi’i. Nasihat tersebut berbunyi, “Wahai Muhammad, bertakwalah kepada Allah. Jauhilah maksiat. Sesungguhnya Allah telah meletakkan cahaya di dalam hatimu maka janganlah kamu padamkan dengan berbuat maksiat-maksiat kepada-Nya”.
Akhlak kedua ialah ikhlas karena Allah di dalam menuntut ilmu. Seseorang sangat tidak diperkenankan menuntut ilmu dengan kemuliaan diri yang melekat. Seorang penuntut ilmu harus ikhlas karena Allah karena dengan modal tersebut maka ia berusaha juga membuat hati gurunya ridho kepadanya. Jadi seorang penuntut ilmu harus rela melepaskan kebanggaan keturunannya, kedudukannya, dan hartanya demi meraih ilmu secara total melalui para ulama dan guru dengan penuh keikhlasan kepada Allah swt.
Akhlak ketiga ialah mengambil manfaat dimanapun berada. Penuntut ilmu harus peka dalam melihat, mengamati dan meraih manfaat dari setiap langkah-langkah hidupnya. Tidaklah berlalu begitu saja dari umurnya, kecuali hanya ia isi dengan kemanfaatan. Ilmu tidaklah terletak pada Ijazah, raport dan gelar akademik semata, tetapi pada manfaat dan amal sebagai buahnya ilmu.
Akhlak keempat ialah bersikap sederhana. Sederhana yang dimaksud ialah dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Makan dan minum adalah kebiasaan siapa saja. Manusia makan dan minum untuk hidup, tetapi adapula manusia yang hidup hanya untuk makan dan minum. Hal demikianlah yang tidak pantas dimiliki oleh manusia, khususnya penuntut ilmu. Imam Syafi’i berkata, “Aku tidak pernah merasa kekenyangan sejak enam belas tahun silam. Karena kekenyangan itu membebani badan, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, membuat kantuk dan melemahkan orang tersebut dari beribadah”.
Dengan ilmu, di dunia akan memperoleh ketenangan jiwa dan ketentraman hati, Dengan ilmu, di akhirat akan memperoleh Surga-Nya.
Jadi esensi dari sebuah kebahagiaan itu sendiri ialah bagaimana seseorang bisa bersyukur atas apa yang ia dapatkan maka dari itu ambillah ilmu yang hendak kita miliki sebanyak-banyaknya, namun janganlah mengabaikan akhlak di dalamnya.