Mengapa satu Januari begitu meriah perayaannya, dengan gemerlap cahaya kembang api, dengungan terompet yang menggelora, alunan-alunan musik yang menghiasi setiap tempat, pesta dimana-mana, aneka hidangan, serta berbagai macam kegembiraan masyarakat dalam menyambutnya. Seakan itu semua adalah agenda wajib yang jika kita tidak melaksanakannya seakan-akan seperti ada hilang dalam hidup ini. Mengapa kita memasang kembang api, apa tujuan kita meniup terompet, mengapa kita semua sangat bergembira dalam menyambut datangnya bulan itu, menyambut dewa Romawi berwajah ganda dengan berharap kepadanya agar kita diberikan kelancaran hidup dari tahun sebelumnya kepada tahun yang akan kita lalui tersebut. Bukankah hal tersebutlah yang menjadi esensi dari gemerlapnya perayaan satu Januari.
Hal yang sangat disayangkan, bukan hanya orang-orang dari kalangan luar saja yang merayakannya, yang notabene adalah pencipta tahun tersebut, melainkan juga banyak dirayakan oleh kaum muslimin sendiri yang entah memang tidak mengerti dengan hal tersebut, ataupun telah paham namun masih mengikuti hawa nafsunya yang memaksa untuk dituruti. Lalu bagaimana dengan sikap kita dalam menyambut Muharram, memeriahkan tahun baru umat Islam, bahagiakah kita dengannya, atau mungkin biasa saja, tahukah kita bahwa banyak sekali keutamaan-keutamaan dalam bulan tersebut. Sayangnya masih banyak diantara kita yang belum mengetahui berbagai keutamaan yang terdapat di dalam Muharram. Oleh sebab itu, banyak kalangan muslim yang mungkin merasa biasa saja dalam memasuki bulan mulia tersebut. Dengan demikian ada baiknya jika kita menggali dari akar yang paling dalam mengenai bermacam-macam fadhilah bulan yang amat diagungkan oleh Allah dan Rasulnya ini.
Dari segi bahasa, Muharram memiliki makna “Yang diharamkan” . salah satu tokoh ulama, Abu Amr ibn Al-‘Alaa mengatakan bahwa “dinamakan Muharram dikarenakan peperangan (jihad) diharamkan di dalam bulan tersebut”. Jihad yang pahalanya sangat besar saja diharamkan, lalu bagaimana dengan perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan pada bulan Muharram. sudah jelas bahwa dalam bulan ini terjadi penekanan pengharaman terhadap perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan melebihi bulan-bulan lainnya. Qatadah bin Di’amah Sadusi, yang mana ia adalah salah seorang tabi’in mengatakan, “amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram, sebagaimana kezaliman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibanding dengan kezaliman yang dikerjakan di bulan-bulan lain meskipun secara umum kezaliman adalah suatu dosa yang besar”. (Tafsir Al-Baghawy dan Tafsir Ibn Katsir). Imam Hasan Al-Bashri dan beberapa ulama lainnya berpendapat, “sesungguhnya Allah telah memulai waktu yang setahun dengan bulan haram (Muharram), dan menutupnya dengan bulan haram (Dzulhijjah) dan tidak ada bulan dalam setahun setelah bulan Ramadhan yang paling agung disisi Allah melebihi bulan Muharram”. (Lathoif Al-Ma’arif).
Setiap hal yang Allah ﷻ ciptakan pasti memiliki keistimewaan tersendiri. Begitupun dengan bulan-bulan Hijriyah. Kedua belas bulan tersebut semuanya memiliki keutamaan masing-masing, namun ada kelebihan dari bulan Muharram yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya, yakni Muharram menjadi satu-satunya bulan yang dinisbatkan nama Allah di dalamnya. Hanya bulan inilah yang yang dijuluki sebagai Syahrullah atau Bulan Allah. Di dalam hadis riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah Ra, bahwa Nabi ﷺ bersabda “puasa yang paling utama setelah Ramadha ialah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram, sedangkan sholat yang paling utama setelah sholat fardhu ialah sholat malam”. Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa terdapat keistimewaan di dalam bulan Muharram. Para ulama berpendapat bahwa jika suatu hal disandarkan atau disandingkan dengan lafadz Allah, maka hal tersebut menunjukan bahwa terdapat pemuliaan terhadap hal tersebut. Misalnya, Baitullah (rumah Allah) dan Abdullah (hamba Allah).
Sebagaimana telah disebutkan oleh Qatadah diatas, bahwa amal sholeh yang dikerjakan di bulan Muharram ini memiliki nilai yang lebih dibanding bulan-bulan lainnya, maka berbagai kebaikan dianjurkan untuk diperbanyak pengamalannya di bulan Muharram ini. Salah satu amal sholeh yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan pada bulan ini yaitu ibadah puasa sunnah sesuai hadis yang Rasulullah ﷺ sampaikan diatas. Puasa sunnah pada bulan Muharram ini lebih ditekankan pada waktu-waktu khusus seperti yang kita kenal dengan istilah Yaumul ‘Asyuro yakni tanggal sepuluh pada bulan Muharram. Pada tanggal itu Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada umatnya untuk melaksanakan ibadah puasa sunnah yang juga kita kenal sebagai puasa asyuro. Nabi bersabda mengenai keutamaan puasa asyuro, yakni dapat menghapus dosa satu tahun yang telah lalu (HR.Tirmidzi no.753, Ibnu Majah no. 1738 , dan Ahmad no. 22024). Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah Al-Mu’adzzab mengatakan, “keutamaannya (puasa Asyuro) adalah menghapus dosa-dosa kecil boleh dikatakan menhapus semua dosa kecuali dosa besar”.
Selain amalan puasa Asyuro yang dapat kita kerjakan pada bulan Muharram, ada amalan lain yang juga dapat kita laksanakan yaitu puasa tasua, yakni puasa yang dikerjakan sebelum puasa asyuro atau setiap tanggal sembilan Muharram. Hal ini berdasar pada hadis Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan Imam Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda “apabila usiaku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan”. Namun belum sampai pada Muharram tahun selanjutnya, Rasulullah ﷺ wafat. Menurut Imam Nawawi, hikmah disyariatkannya puasa tasua ialah untuk menyelisihi orang-orang yahudi yang berpuasa hanya pada hari ke-sepuluh, serta untuk menyambung puasa hari Asyuro dengan puasa di hari lainnya sebagaimana dilarang puasa pada hari jumat saja.
Amalan menyantuni anak yatim juga sangat dianjurkan lebih-lebih pada bulan Muharram ini. Dalam kita Tanbihul Ghafilin, terdapat sebuah hadis yakni “siapa yang mengusap tangannya pada kepala anak yatim di hari asyuro, maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat”. Nabi ﷺ menjanjikan suatu keutamaan dalam sebuah hadis “saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim, bagai dua jari ini ketika di surga”. Beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau memisahkannya sedikit. (HR. Bukhari no. 5304).
Begitu diistimewakannya bulan Muharram dibanding dengan bulan-bulan lainnya. Hal diatas hanyalah sedikit dari sekian banyak amalan yang dapat kita kerjakan di bulan mulia ini. Dengan mengetahui berbagai keutamaan dan keistimewaan bulan-bulan Hijriyah khususnya Muharram, diharapkan kaum muslimin dapat lebih mencintai dan bergembira ketika datangnya satu Muharram melebihi kegembiraan saat tibanya satu Januari. Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita menjadi manusia-manusia yang bertakwa, berakhlakul karimah sesuai apa yang diajarkan oleh baginda Rasulullah ﷺ , menjunjung tinggi nilai-nilai ketauhidan, serta terbebas dari segala tindakan-tindakan yang berujung kepada menyekutukan Allah ﷻ .
Dengan demikian, Muharram sebagai satu dari kedua belas bulan dalam kalender Hijriyah menjadi bulan yang penuh dengan keutamaan dan keistimewaan. Sudah sepatutnya kita semua sebagai seorang muslim dapat memanfaatkan sebaik-baiknya bulan Muharram ini dengan mengerjakan berbagai amal sholeh dan amalan-amalan sunnah. Tentunya segala amal yang kita kerjakan tergantung pada niat. Niat yang lurus, niat karena Allah lah yang akan mengantarkan amal-amal kita semua kepada ridho dan rahmatnya. Karena sesungguhnya tujuan akhir dari segala apa yang kita kerjakan dan laksanakan hanya mengharap ridha serta rahmat (ampunan) dari Allah ﷻ .
Andhika Eka Putra
Mabna Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani